Ijaz dan ithnab merupakan kajian kebahasaan ditinjau dari jumlah kata dan makna yang dikandungnya. Keduanya merupakan salah satu dari kajian balaghah, bahkan oleh ahli balaghah, ijaz dan ithnab ini dianggap sebagai inti dari balaghah sebagaimana dinukil oleh pengarang kitab sir fashahah.[1]
Al-quran merupakan
kitab suci yang kesastraannya tinggi. Jika kita ingin mendalami bahasa dan
sastra arab, maka dalamilah al-quran. Oleh karena itu, dalam salah satu
pembahasan ulumul quran adalah ijaz dan ithnab.
Sebelum masuk kepada pembahasan, penulis akan mengemukakan sedikit
perbedaan para ahli bahasa mengenai pembahasan ini.
Pada dasarnya, ilmu balaghah terbagi kepada tiga bagi, yakni ilmu
ma’ani, ilmu bayan dan ilmu badi’. Mengenai ilmu badi’, sebagian ahli bahasa
tidak memasukkannya kepada ilmu balaghah. Jadi, pembagian ilmu balaghah
hanyalah dua selain ilmu badi’. Penulis tidak membahasnya lebih
dalam karena di sini membahas ijaz dan ithnab.
Ilmu ma’ani membahas
tentang bagaimana cara mengungkapkan sesuatu sesuai dengan tuntutan keadaan.
Salah satu pembahasan ilmu ma’ani adalah ijaz dan ithnab.
Para ahli bahasa berbeda pendapat mengenai pembahasan ini, apakah antara ijaz
dan ithnab ada pertengahannya, yakni musawat atau tidak?
Sebagian ahli bahasa, yakni As-Sakaki dan pengikutnya seperti Ath-Thibiy berpendapat bahwa di antara ijaz dan ithnab, terdapat musawat sebagai pertengahannya.
Namun mereka menjadikan musawat sebagai sesuatu yang relatif dan
disandarkan kepada kearifan lokal. Oleh karena itu, musawat itu tidak
masuk kepada tingkatan balaghah. Al-Qazwini berpendapat bahwa yang dapat
diterima dalam cara meredaksikan ungkapan adalah mengungkapkan suatu makna
dengan lafadz sekedarnya, dengan lafadz yang singkat atau dengan lafadz yang lebih
panjang dengan suatu tujuan.[2]
Sedangkan Ibn Atsir dan pengikutnya lebih cenderung kepada pendapat yang kedua,
yakni menganggap tidak adanya pertengahan antara ijaz dan ithnab.
Imam Jalaluddin As-Suyuthi lebih cenderung kepada adanya
pertengahan antara ijaz dan ithnab, namun ia tidak menyebutkan musawat
dalam al-itqan-nya karena dalam al-Quran hampir tidak ada musawat
secara khusus. Sedangkan dalam uqud al-juman ia
menyebutkannya bahkan mengingkari pendapat yang tidak menganggap adanya musawat.
A. Ijaz
a. Definisi
Secara
etimologi, ijaz bermakna memendekkan (القصر) dan meringkas (الإختصار). Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ulama
mengenai ijaz, diantaranya adalah:
-
Ali al-Jarim dan Musthafa Amin (al-balaghah
al-wadhihah:242)
جمع المعانى المتكاثرة تحت اللفظ القليل مع الإبانة
والإفصاح
“Mengumpulkan makna yang banyak dalam lafadz yang sedikit
disertai dengan kejelasan dan kefasihan”
-
Ibn Atsir
التعبير عن المراد بلفظ غير زائد
“Meredaksikan yang dimaksud dengan lafadz yang tidak
lebih”
-
Ahmad Damanhuri (Hasyiyah Jauhar
Maknun:127)
تأدية المعنى باللفظ الأقل من قدره
“Penyampaian makna dengan lafadz yang lebih sedikit
dari kadarnya”
Secara
prinsip, ijaz merupakan peredaksian suatu makna dengan lafadz yang
singkat. Namun dari definisi yang diberikan oleh Ibn Atsir mengindikasikan
masuknya musawat kepada ijaz. Penulis lebih cenderung kepada
dibedakannya antara musawat dengan ijaz, karena melihat tuntutan
keadaan. Jika keadaan menuntut untuk berbicara sekedarnya maka harus
menggunakan musawat. Jika keadaan menuntut untuk meringkas pembicaraan
maka harus menggunakan ijaz dan jika sebaliknya harus menggunakan ithnab.
Dalam
definisi yang dikemukakan oleh Ali al-Jarim dan Mushthafa Amin disebutkan
“disertai dengan kejelasan dan kefasihan”[3]
menunjukkan bahwa diringkasnya perkataan jangan menyebabkan ambigu atau
ketidakjelasan perkataan. Dalam ilmu ma’ani, ungkapan yang
ringkas namun tidak jelas maknanya dan menyebabkan ambigu disebut dengan ikhlal
(إخلال).
Jadi,
definisi dari ijaz adalah mengungkapkan suatu makna atau beberapa makna
dengan lafadz yang singkat disertai kejelasan dan kefasihan.
b.
Pembagian
Para ahli balaghah membagi ijaz kepada dua bagian,
yakni ijaz qashar dan ijaz hadzf. Ada juga yang
membaginya kepada ijaz hadzf dan ijaz khali min
hadzaf[4],
sebagaimana yang dikemukakan oleh Ath-Thibi dalam at-tibyan-nya. Ijaz
khali min hadzf terbagi menjadi tiga, yakni ijaz qashar,
ijaz taqdir atau ijaz tadhyiq dan ijaz jami’.
1.
Ijaz hadzf
Ijaz hadzf adalah pengungkapan makna dengan redaksi yang singkat
karena membuang sebagian huruf, kata, atau kalimat dan tidak menyebabkan ikhlal.
Dalam ijaz hadzf harus ada dua faktor yang membuat makna tidak ikhlal,
yakni keadaan yang menuntut untuk membuangnya dan indikasi (qarinah)
yang menunjukkan kepada kata yang dibuang tersebut.
Yang dibuang tersebut dapat
berupa satu huruf, satu kata atau lebih, atau satu
kalimat atau lebih.
Contoh yang membuang huruf:
Asalnya
ولم أكن بغيا
-
مَثَلُ ٱلۡجَنَّةِ
ٱلَّتِي وُعِدَ ٱلۡمُتَّقُونَۖ فِيهَآ أَنۡهَٰرٞ مِّن مَّآءٍ غَيۡرِ ءَاسِنٖ
وَأَنۡهَٰرٞ مِّن لَّبَنٖ لَّمۡ يَتَغَيَّرۡ طَعۡمُهُۥ وَأَنۡهَٰرٞ مِّنۡ خَمۡرٖ
لَّذَّةٖ لِّلشَّٰرِبِينَ وَأَنۡهَٰرٞ مِّنۡ عَسَلٖ مُّصَفّٗىۖ وَلَهُمۡ فِيهَا
مِن كُلِّ ٱلثَّمَرَٰتِ وَمَغۡفِرَةٞ مِّن رَّبِّهِمۡۖ كَمَنۡ هُوَ خَٰلِدٞ فِي
ٱلنَّارِ وَسُقُواْ مَآءً حَمِيمٗا فَقَطَّعَ أَمۡعَآءَهُمۡ ١٥ [6]
Asalnya
أ مثل الجنة التي وعد
المتقون... كمن هو خالد في النار
Asalnya
قالوا تالله لا تفتؤ تذكر يوسف
Asalnya
يا يوسف أعرض عن هذا ...
Contoh membuang kata:
Asalnya
و اسأل أهل القرية ...
-
وَمَثَلُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ كَمَثَلِ
ٱلَّذِي يَنۡعِقُ بِمَا لَا يَسۡمَعُ إِلَّا دُعَآءٗ وَنِدَآءٗۚ... (171)[10]
Asalnya
ومثل داعي الذين كفروا ...
Asalnya
وواعدنا موسى ثلاثين ليلة
وأتممناها بعشر ليال
-
إِلَّا مَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا ... (60)[12]
Asalnya
... وعمل عملا
صالحا ...
Asalnya
... يأخذ كل سفينة صالحة ...
Asalnya
... والله لئن لم يفعل ما ءامره ...
Contoh membuang kalimat:
-
وَٱلۡفَجۡرِ ١ وَلَيَالٍ عَشۡرٖ ٢ وَٱلشَّفۡعِ وَٱلۡوَتۡرِ ٣ وَٱلَّيۡلِ إِذَا
يَسۡرِ ٤ هَلۡ فِي ذَٰلِكَ قَسَمٞ لِّذِي حِجۡرٍ ٥ [15]
Asalnya
... والليل إذا يسر لتبعثن هل في ذلك قسم لذي حجر
Asalnya
... فاتبعوني فإن تتبعوني يحببكم الله ...
-
وَسِيقَ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوۡاْ رَبَّهُمۡ إِلَى ٱلۡجَنَّةِ زُمَرًاۖ
حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءُوهَا وَفُتِحَتۡ أَبۡوَٰبُهَا وَقَالَ لَهُمۡ خَزَنَتُهَا
سَلَٰمٌ عَلَيۡكُمۡ طِبۡتُمۡ فَٱدۡخُلُوهَا خَٰلِدِينَ ٧٣[17]
Asalnya
... حتى إذا جاءوها ... سعدوا وحصلوا النعيم المقيم
Asalnya
هل يراكم من أحد لا يرانا من
أحد ثم انصرفوا ...
-
... لَا يَسۡتَوِي مِنكُم مَّنۡ أَنفَقَ مِن قَبۡلِ ٱلۡفَتۡحِ
وَقَٰتَلَۚ أُوْلَٰٓئِكَ أَعۡظَمُ دَرَجَةٗ مِّنَ ٱلَّذِينَ أَنفَقُواْ مِنۢ بَعۡدُ
وَقَٰتَلُواْۚ ... (10)[19]
Asalnya
... من أنفق من قبل الفتح وقاتل ومن أنفق من بعد الفتح وقاتل ...
-
... فَقُلۡنَا ٱضۡرِب بِّعَصَاكَ ٱلۡحَجَرَۖ فَٱنفَجَرَتۡ
مِنۡهُ ٱثۡنَتَا عَشۡرَةَ عَيۡنٗاۖ ... (60)[20]
Asalnya
... فقلنا
اضرب بعصاك الحجر فضرب فانفجرت ...
-
وَقَالَ ٱلَّذِي نَجَا مِنۡهُمَا وَٱدَّكَرَ بَعۡدَ أُمَّةٍ أَنَا۠
أُنَبِّئُكُم بِتَأۡوِيلِهِۦ فَأَرۡسِلُونِ ٤٥ يُوسُفُ أَيُّهَا ٱلصِّدِّيقُ
أَفۡتِنَا فِي سَبۡعِ بَقَرَٰتٖ سِمَانٖ ...[21]
Asalnya
... فأرسلون إلى يوسف
لأستعبره الرأيا فأرسلوه إليه فأتاه وقال له: يوسف أيها الصديق ...
2.
Ijaz khali min hadzf
Sebagaimana telah disebutkan di atas, ijaz khali
min hadzf terbagi menjadi tiga, ijaz qashr, ijaz taqdir dan
ijaz jami’. Pembagian ini berdasarkan pendapat Ath-Thibiy dalam kitab at-tibyan
dan dikutip oleh Jalaluddin As-Suyuthi dalam al-itqan. Namun
kebanyakan para ulama tidak menyebutkan pembagian ini, mereka hanya menyebutkan
ijaz qashr. Walaupun seperti itu, penulis lebih memilih untuk memasukkannya
karena dalam al-quran terdapat ketiga macam ijaz tersebut.
a.
Ijaz qashr
Ijaz qashr adalah peringkasan perkataan yang tidak
disandarkan kepada pembuangan[22].
Maksud dari definisi tersebut adalah lafadznya sedikit namun maknanya luas
tanpa ada kata yang dibuang. Jika ijaz hadzf meringkas perkataan edngan cara
membuang satu atau beberapa kata bahkan kalimat, maka ijaz qashr menggunakan
pemilihan kata yang lebih dalam sehingga tidak membutuhkan pembuangan kata.
Contoh dari ijaz qashr terdapat dalam al-Quran Q.S
An-Naml:30-31;
إِنَّهُۥ مِن سُلَيۡمَٰنَ
وَإِنَّهُۥ
بِسمِ اللّهِ الرَّحمَنِ الرَّحِيمِ
٣٠ أَلَّا تَعۡلُواْ عَلَيَّ وَأۡتُونِي مُسۡلِمِينَ ٣١
Ayat tersebut mencakup alamat surat, pembukaan dan isi
suratnya. Dari ayat tersebut kita dapat mengambil contoh surat, bahwa dalam
surat ada alamat surat, pembuka, dan isinya. Selain itu, isi dari surat itu
begitu ringkas namun maknanya dalam, yakni mengundang Balqis untuk datang ke
kerajaan nabi Sulaiman, mengajak berdialog untuk kemashlahatan rakyat, mengajak
melakukan kerjasama, dan mengajak mereka untuk menyembah Allah.
b.
Ijaz taqdir atau tadhyiq
Macam
ijaz ini dan sesudahnya merupakan pembagian Ath-Thibi dalam kitabnya at-tibyan
fi al-bayan.[23]
Pembagian ini dikutip oleh imam As-Suyuthi dalam kitab al-Itqan dan uqud
al-juman.[24] Ath-Thibi mendefinisikan ijaz taqdir dengan memahami
makna tambahan yang di dapat dari mantuq.[25]
Ijaz ini disebut oleh Badruddin bin Malik dalam kitab al-Mishbah dengan ijaz
tadhyiq karena lafadznya yang singkat mengandung intisari makna yang lebih
luas.
Contoh dari ijaz ini adalah Q.S Al-Baqarah:275:
... فَمَن جَآءَهُۥ
مَوۡعِظَةٞ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمۡرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِۖ
... (275)
Kata فله ما سلف, meskipun lafadznya pendek namun
maknanya kurang lebih, “maka kesalahan-kesalahan yang telah lalu tidak
memberatkannya namun telah Allah ampuni”. Makna dari kata ما سلف adalah kesalahan-kesalahan
yang dilakukan di masa lalu sebelum ia mendapatkan hidayah dan taufik dari
Allah. Dan makna kata فله adalah ia tidak disiksa atas kesalahan-kesalahan tersebut
karena Allah telah mengampuninya. Jadi, makna dari kalimat tersebut tidak
sesingkat kalimatnya karena yang dipahami dari kalimat tersebut lebih panjang
dari kalimatnya sendiri.
Contoh lain dari ijaz ini adalah Q.S Al-Baqarah:2;
هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ
٢
Kata المتقين memiliki makna yang lebih
panjang dari jumlah hurufnya. Al-Quran menjadi petunjuk bagi orang yang
bertakwa, maksudnya orang yang dulunya berada dalam kesesatan kemudian dia
membaca al-Quran dan mengamalkan apa yang ada di dalamnya, maka dia menjadi
orang yang bertakwa dengan mengamalkan isi al-Quran. Pemahaman tersebut
diketahui karena tidak mungkin orang yang bertakwa belum mendapatkan petunjuk
dan taufik dari Allah.
c.
Ijaz jami’
Ijaz jami’ adalah lafadz yang mengandung makna yang
beragam dan banyak.[26]
Contoh yang paling masyhur mengenai ijaz jami adalah ayat tentang qishash[27].
Dalam ayat tersebut yang menjadi contoh ijaz jami’ adalah القصاص حياة. Walaupun katanya ringkas,
namun maknanya luas. Jika kita jabarkan kurang lebih seperti ini, “jika manusia
mengetahui bahwa ketika ia melakukan pembunuhan akan dibunuh kembali sebagai
hukumannya, maka ia akan berpikir kembali ketika akan melakukan pembunuhan
sehingga ia tidak akan melakukan pembunuh. Tidak adanya pembunuhan
mengindikasikan lestarinya kehidupan. Oleh karena itu, dalam qishash ada
kehidupan”. Selain itu, redaksi tersebut lebih ringkas daripada perkataan orang
arab mengenai qishash, yakni القتل أنفى للقتل. Jika kita hitung redaksi
yang diberikan al-Quran berjumlah sepuluh huruf sedangkan redaksi yang
dikatakan oleh orang arab berjumlah empat belas. Dalam redaksi yang dikatakan
oleh orang arab mengandung pengulangan kata القتل, sedangkan dalam redaksi
al-Quran tidak terdapat pengulangan kata.
Contoh lain ijaz jami’ terdapat dalam Q.S
Al-An’am:82. Dalam ayat tersebut terdapat kata لهم الأمن yang mengandung makna yang
luas. Kata الأمن mempunyai makna selamat dari kesedihan, kekhawatiran, dan
hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan redaksi yang singkat al-Quran menjelaskan
asuransi yang diberikan Allah bagi orang yang tidak mencampuradukkan
keimanannya dengan kedzaliman atau kemusyrikan. Asuransi tersebut adalah
keamanan, baik di dunia maupun di akhirat, baik dari hal-hal yang membuatnya
sedih dan khawatir ataupun yang tidak diinginkan.
Jika dilihat sekilas, antara ketiga ijaz khali min
hadzf ini sama, yakni singkat namun maknanya lebih luas dari lafadznya. Namun
jika diteliti dari contoh-contoh di atas dapat terlihat beberapa hal yang
membedakannya; yang pertama, ijaz qashr lebih menekankan kepada sesuatu yang
terkandung dalam suatu kalimat. Ijaz taqdir lebih ditekankan kepada kaidah
bahasa arab dan mafhum dari ayat tersebut. Ijaz jami’ lebih menekankan kepada
kandungan dari suatu kata secara bahasa atau istilah.
B. Ithnab
a. Definisi
Ithnab secara istilah adalah;
زيادة اللفظ على المعنى لفائدة[28]
“penambahan
lafadz sesuai makna karena suatu faidah”
Sebagaimana telah disinggung di
atas, bahwa ijaz dan ithnab berhubungan dengan pengungkapan suatu makna sesuai
dengan tuntutan keadaan. Ketika keadaan menuntut untuk memanjangkan perkataan
maka digunakanlah ithnab.
Dalam definisi dikatakan karena suatu
faidah. Jika penambahan lafadz tersebut bukan karena suatu faidah dan belum
tentu maka disebut tathwil. Jika penambahan lafadz tersebut bukan karena suatu
faidah dan kata tambahnya tentu maka namanya hasywu.
Contoh hasywu:
وأعلم علم اليوم والأمس قبله # ولكنني عن علم ما في غد
عمى
Yang menjadi contoh dalam syair
tersebut adalah kata الأمس قبله. Sebenarnya cukup dengan penyebutan kata الأمس saja, namun Zuhair bin Abi
Salma menyebutkannya karena menyesuaikan wazannya agar pas dan tidak ada
faidah.
Contoh tathwil:
وقدت الأديم لراهسيه # وألفى قولها كذبا ومينا
Yang menjadi contohnya adalah
kata كذبا dan مينا. Dalam syair tersebut tidak tentu yang mana kata penambahnya
karena keduanya satu makna dan tidak ada faidah dari penambahan kata tersebut.
Dalam al-Quran tidak terdapat
tathwil dan hasywu karena keduanya merupakan bagian yang tercela dalam
menjelaskan. Al-Quran merupakan kalam yang balaghahnya tinggi, maka tidak
mungkin terdapat kedua macam tersebut.
b.
Hal-hal yang menuntut ithnab
Keadaan-keadaan yang menuntut
ithnab banyak sekali, diantaranya menetapkan makna kepada pendengar,
menjelaskan yang dimaksud, penegas, menghilangkan kesalahpahaman, dan
lain-lain.
c.
Pembagian
-
Menyebutkan yang khusus setelah
yang umum (ذكر الخاص بعد العام)
Contoh:
تَنَزَّلُ
ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ فِيهَا بِإِذۡنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمۡرٖ ٤ [29]
Yang menjadi contoh adalah kata الروح yang berarti malaikat Jibril. Padahal sebelumnya telah
disebutkan malaikat dan Jibril termasuk kedalamnya.
-
Menyebutkan yang umum setelah
yang khusus (ذكر العام بعد الخاص)
رَّبِّ
ٱغۡفِرۡ لِي وَلِوَٰلِدَيَّ وَلِمَن دَخَلَ بَيۡتِيَ مُؤۡمِنٗا وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ
وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِۖ وَلَا تَزِدِ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا تَبَارَۢا ٢٨ [30]
Yang menjadi contoh adalah kata المؤمنين والمؤمنات yang disebutkan setelah orang-orang beriman yang khusus, yakni
yang berdoa (dalam ayat ini nabi Nuh, namun atau kita jika kita yang
membacanya), orang tuanya dan orang mukmin yang masuk ke dalam rumahnya.
-
Penjelasan setelah yang samar (الإيضاح بعد الإبهام)
Contoh:
وَقَضَيۡنَآ
إِلَيۡهِ ذَٰلِكَ ٱلۡأَمۡرَ أَنَّ دَابِرَ هَٰٓؤُلَآءِ مَقۡطُوعٞ مُّصۡبِحِينَ [31]٦٦
Yang menjadi contoh adalah lafadz أن دابر... yang menjelaskan kata الأمر.
-
Pengulangan (التكرار)
كَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُونَ ٣ ثُمَّ كَلَّا
سَوۡفَ تَعۡلَمُونَ ٤ [32]
Pada ayat tersebut terdapat pengulangan kata كلا سوف تعلمون. Pengulangan tersebut untuk faidah penegasan peringatan (تأكيد الإنذار).
-
Tausyi’ (توشيع)
Tausyi’ adalah penyebutan kata
tatsniyah yang kemudian disebutkan apa yang termasuk dua tersebut.
Contoh dari tausyi’ terdapat
dalam khabar:
يشيب ابن آدم ويشيب فيه خصلتان: الحرص وطول الأمل
Yang menjadi contoh adalah الحرص dan طول الأمل yang menjadi penjelas dari خصلتان.
-
I’tiradl (إعتراض)
I’tiradl adalah menyebutkan
kalimat yang tidak mempunyai mahal i’rab dalam jumlah tersebut.
Contoh:
وَيَجۡعَلُونَ
لِلَّهِ ٱلۡبَنَٰتِ سُبۡحَٰنَهُۥ وَلَهُم مَّا يَشۡتَهُونَ ٥٧[33]
Yang menjadi contoh adalah kata سبحانه. Kata tersebut hanya sebagai selingan dalam ayat tersebut dan
tidak mempunyai mahal i’rab. Faidah dari penyebutan kata tersebut adalah untuk
menyucikan (التنزيه) Allah.
-
Tadzyil (تذييل)
Tadzyil atau tadzlil (dalam
al-idhah) adalah menyebutkan kalimat yang berdiri sendiri yang mencakup
penekanan setelah suatu kalimat.
Contoh:
وَقُلۡ
جَآءَ ٱلۡحَقُّ وَزَهَقَ ٱلۡبَٰطِلُۚ إِنَّ ٱلۡبَٰطِلَ كَانَ زَهُوقٗا ٨١ [34]
Yang menjadi contoh adalah إن الباطل... yang berfungsi sebagai penekanan bagi kalimat sebelumnya, yakni
جاء الحق....
-
Tatmim (تتميم)
Tatmim adalah menambah suatu kata
atau lebih dalam suatu kalimat agar tidak menimbulkan kekeliruan.
Contoh:
وَيُطۡعِمُونَ
ٱلطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ مِسۡكِينٗا وَيَتِيمٗا وَأَسِيرًا ٨ [35]
Yang menjadi contoh adalah على حبه. Kata tersebut disebutkan agar tidak terjadi kekeliruan bahwa
salah satu sifat orang yang baik adalah orang yang memberikan makanan yang
masih ia sukai bukan hanya memberikan makan saja.
-
Takmil (تكميل)
Takmil atau ihtiras hampir sama
dengan tatmim, hanya saja pada takmil menyebutkan kata yang menjadi penjelas
bagi kata yang sebelumnya agar tidak terjadi kekeliruan.
Contoh:
فَسَوۡفَ يَأۡتِي ٱللَّهُ بِقَوۡمٖ يُحِبُّهُمۡ
وَيُحِبُّونَهُۥٓ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلۡكَٰفِرِينَ[36]
Yang menjadi contoh adalah kata أعزة على الكافرين. Kata tersebut menjadi pencegah kekeliruan dari أذلة على المؤمنين. Jika hanya disebutkan أذلة ... saja akan menimbulkan makna menghina terhadap orang mukmin.
Oleh karena itu, ditambahlah kata أعزة... sehingga maknanya menjadi rendah diri bukan menghina.
[1]
Jalaluddin Abdurrahman As-suyuthi, syarh uqud al-juman fi ilm al-ma’ani wa
al-bayan:67, redaksinya sebagai berikut: البلاغة هي الإيجاز والإطناب.
[2] Al-itqan fi ulum al-Quran:179, juz 3,
redaksinya:
الأقرب أن يقال إن
المقبول من طرق التعبير عن المراد تأدية أصله إما بلفظ مساو للأصل المراد أو ناقص
عنه واف أو زائد عليه لفائدة
[4] As-suyuthi, uqud al-juman:69
[5] Q.S Maryam:20
[6] Q.S Muhammad:15
[7] Q.S Yusuf:85
[8] Q.S Yusuf:29
[10] Q.S Al-Baqarah:171
[11] Q.S Al-A’raf:142
[12] Q.S Maryam:60
[13] Q.S Al-Kahf:79
[14] Q.S Yusuf:32
[15] Q.S Al-Fajr:1-5
[16] Q.S Ali Imran:31
[17] Q.S Az-Zumar:73
[18] Q.S At-Taubah:127
[19] Q.S Al-Hadid:10
[20] Q.S Al-Baqarah:60
[21] Q.S Yusuf:45-46
[22] Balaghah arabiyyah:29 juz 2,
redaksinya:
إيجاز القصر هو الإيجاز
الذي لا يعتمد فيه على استخدام الحذف
[23]
Lihat halaman 75-77 juz 2 pada kitab tersebut.
[24]
Lihat pembahasan ijaz dan ithnab dalam kitab al-itqan dan pembahasan musawat,
ijaz, dan ithnab dalam kitab uqud al-juman pada bait قلت لقد قسم في التبيان ذا ....
[26] أن يحتوى اللفظ على
معان متعددة
[27] Q.S Al-Baqarah:179
[28] Balaghah wadhihah:250
[29] Q.S Al-Qadr:4
[30] Q.S Nuh:28
[31] Q.S Al-Hijr:66
[32] Q.S Al-Kautsar:3-4
[33] Q.S An-Nahl:57
[34] Q.S Al-Isra:81
[35] Q.S Al-Insan:8
0 komentar :
Posting Komentar