Home » » Ijaz dan Ithnab

Ijaz dan Ithnab

Written By Unknown on Sabtu, 08 April 2017 | 07.29


Ijaz dan ithnab merupakan kajian kebahasaan ditinjau dari jumlah kata dan makna yang dikandungnya. Keduanya merupakan salah satu dari kajian balaghah, bahkan oleh ahli balaghah, ijaz dan ithnab ini dianggap sebagai inti dari balaghah sebagaimana dinukil oleh pengarang kitab sir fashahah.[1]
Al-quran merupakan kitab suci yang kesastraannya tinggi. Jika kita ingin mendalami bahasa dan sastra arab, maka dalamilah al-quran. Oleh karena itu, dalam salah satu pembahasan ulumul quran adalah ijaz dan ithnab.
Sebelum masuk kepada pembahasan, penulis akan mengemukakan sedikit perbedaan para ahli bahasa mengenai pembahasan ini.
Pada dasarnya, ilmu balaghah terbagi kepada tiga bagi, yakni ilmu ma’ani, ilmu bayan dan ilmu badi’. Mengenai ilmu badi’, sebagian ahli bahasa tidak memasukkannya kepada ilmu balaghah. Jadi, pembagian ilmu balaghah hanyalah dua selain ilmu badi’. Penulis tidak membahasnya lebih dalam karena di sini membahas ijaz dan ithnab.
            Ilmu ma’ani membahas tentang bagaimana cara mengungkapkan sesuatu sesuai dengan tuntutan keadaan. Salah satu pembahasan ilmu ma’ani adalah ijaz dan ithnab. Para ahli bahasa berbeda pendapat mengenai pembahasan ini, apakah antara ijaz dan ithnab ada pertengahannya, yakni musawat atau tidak?
            Sebagian ahli bahasa, yakni As-Sakaki dan pengikutnya seperti Ath-Thibiy berpendapat bahwa di antara ijaz dan ithnab, terdapat musawat sebagai pertengahannya. Namun mereka menjadikan musawat sebagai sesuatu yang relatif dan disandarkan kepada kearifan lokal. Oleh karena itu, musawat itu tidak masuk kepada tingkatan balaghah. Al-Qazwini berpendapat bahwa yang dapat diterima dalam cara meredaksikan ungkapan adalah mengungkapkan suatu makna dengan lafadz sekedarnya, dengan lafadz yang singkat atau dengan lafadz yang lebih panjang dengan suatu tujuan.[2] Sedangkan Ibn Atsir dan pengikutnya lebih cenderung kepada pendapat yang kedua, yakni menganggap tidak adanya pertengahan antara ijaz dan ithnab.
            Imam Jalaluddin As-Suyuthi lebih cenderung kepada adanya pertengahan antara ijaz dan ithnab, namun ia tidak menyebutkan musawat dalam al-itqan-nya karena dalam al-Quran hampir tidak ada musawat secara khusus. Sedangkan dalam uqud al-juman ia menyebutkannya bahkan mengingkari pendapat yang tidak menganggap adanya musawat.
A.     Ijaz
a.       Definisi
Secara etimologi, ijaz bermakna memendekkan (القصر) dan meringkas (الإختصار). Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ulama mengenai ijaz, diantaranya adalah:
-          Ali al-Jarim dan Musthafa Amin (al-balaghah al-wadhihah:242)
جمع المعانى المتكاثرة تحت اللفظ القليل مع الإبانة والإفصاح
“Mengumpulkan makna yang banyak dalam lafadz yang sedikit disertai dengan kejelasan dan kefasihan”
-          Ibn Atsir
التعبير عن المراد بلفظ غير زائد
“Meredaksikan yang dimaksud dengan lafadz yang tidak lebih”
-          Ahmad Damanhuri (Hasyiyah Jauhar Maknun:127)
تأدية المعنى باللفظ الأقل من قدره
“Penyampaian makna dengan lafadz yang lebih sedikit dari kadarnya”
        Secara prinsip, ijaz merupakan peredaksian suatu makna dengan lafadz yang singkat. Namun dari definisi yang diberikan oleh Ibn Atsir mengindikasikan masuknya musawat kepada ijaz. Penulis lebih cenderung kepada dibedakannya antara musawat dengan ijaz, karena melihat tuntutan keadaan. Jika keadaan menuntut untuk berbicara sekedarnya maka harus menggunakan musawat. Jika keadaan menuntut untuk meringkas pembicaraan maka harus menggunakan ijaz dan jika sebaliknya harus menggunakan ithnab.
        Dalam definisi yang dikemukakan oleh Ali al-Jarim dan Mushthafa Amin disebutkan “disertai dengan kejelasan dan kefasihan”[3] menunjukkan bahwa diringkasnya perkataan jangan menyebabkan ambigu atau ketidakjelasan perkataan. Dalam ilmu ma’ani, ungkapan yang ringkas namun tidak jelas maknanya dan menyebabkan ambigu disebut dengan ikhlal (إخلال).
        Jadi, definisi dari ijaz adalah mengungkapkan suatu makna atau beberapa makna dengan lafadz yang singkat disertai kejelasan dan kefasihan.
b.      Pembagian
Para ahli balaghah membagi ijaz kepada dua bagian, yakni ijaz qashar dan ijaz hadzf. Ada juga yang membaginya kepada ijaz hadzf dan ijaz khali min hadzaf[4], sebagaimana yang dikemukakan oleh Ath-Thibi dalam at-tibyan-nya. Ijaz khali min hadzf terbagi menjadi tiga, yakni ijaz qashar, ijaz taqdir atau ijaz tadhyiq dan ijaz jami’.
1.      Ijaz hadzf
Ijaz hadzf adalah pengungkapan makna dengan redaksi yang singkat karena membuang sebagian huruf, kata, atau kalimat dan tidak menyebabkan ikhlal. Dalam ijaz hadzf harus ada dua faktor yang membuat makna tidak ikhlal, yakni keadaan yang menuntut untuk membuangnya dan indikasi (qarinah) yang menunjukkan kepada kata yang dibuang tersebut.
Yang dibuang tersebut dapat berupa satu huruf, satu kata atau lebih,  atau satu kalimat atau lebih.
Contoh yang membuang huruf:
-         ... وَلَمۡ أَكُ بَغِيّٗا ٢٠[5]
                                    Asalnya
ولم أكن بغيا
-         مَثَلُ ٱلۡجَنَّةِ ٱلَّتِي وُعِدَ ٱلۡمُتَّقُونَۖ فِيهَآ أَنۡهَٰرٞ مِّن مَّآءٍ غَيۡرِ ءَاسِنٖ وَأَنۡهَٰرٞ مِّن لَّبَنٖ لَّمۡ يَتَغَيَّرۡ طَعۡمُهُۥ وَأَنۡهَٰرٞ مِّنۡ خَمۡرٖ لَّذَّةٖ لِّلشَّٰرِبِينَ وَأَنۡهَٰرٞ مِّنۡ عَسَلٖ مُّصَفّٗىۖ وَلَهُمۡ فِيهَا مِن كُلِّ ٱلثَّمَرَٰتِ وَمَغۡفِرَةٞ مِّن رَّبِّهِمۡۖ كَمَنۡ هُوَ خَٰلِدٞ فِي ٱلنَّارِ وَسُقُواْ مَآءً حَمِيمٗا فَقَطَّعَ أَمۡعَآءَهُمۡ ١٥ [6]
Asalnya
أ مثل الجنة التي وعد المتقون...  كمن هو خالد في النار
-         قَالُواْ تَٱللَّهِ تَفۡتَؤُاْ تَذۡكُرُ يُوسُفَ ...(85)[7]
Asalnya
قالوا تالله لا تفتؤ تذكر يوسف
-         يُوسُفُ أَعۡرِضۡ عَنۡ هَٰذَاۚ ... (29)[8]
Asalnya
يا يوسف أعرض عن هذا ...
                       Contoh membuang kata:
-         وَاسۡ‍َٔلِ ٱلۡقَرۡيَةَ ٱلَّتِي كُنَّا فِيهَا... (82)[9]
       Asalnya
و اسأل أهل القرية ...
-         وَمَثَلُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ كَمَثَلِ ٱلَّذِي يَنۡعِقُ بِمَا لَا يَسۡمَعُ إِلَّا دُعَآءٗ وَنِدَآءٗۚ... (171)[10]
Asalnya
ومثل داعي الذين كفروا ...
-         وَوَٰعَدۡنَا مُوسَىٰ ثَلَٰثِينَ لَيۡلَةٗ وَأَتۡمَمۡنَٰهَا بِعَشۡرٖ... (142)[11]
Asalnya
وواعدنا موسى ثلاثين ليلة وأتممناها بعشر ليال

-         إِلَّا مَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا ... (60)[12]

Asalnya
... وعمل عملا صالحا ...
-         ... وَكَانَ وَرَآءَهُم مَّلِكٞ يَأۡخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصۡبٗا ٧٩[13]
Asalnya
... يأخذ كل سفينة صالحة ...
-         ... وَلَئِن لَّمۡ يَفۡعَلۡ مَآ ءَامُرُهُۥ لَيُسۡجَنَنَّ وَلَيَكُونٗا مِّنَ ٱلصَّٰغِرِينَ ٣٢[14]
Asalnya
... والله لئن لم يفعل ما ءامره ...
Contoh membuang kalimat:
-         وَٱلۡفَجۡرِ ١ وَلَيَالٍ عَشۡرٖ ٢ وَٱلشَّفۡعِ وَٱلۡوَتۡرِ ٣ وَٱلَّيۡلِ إِذَا يَسۡرِ ٤ هَلۡ فِي ذَٰلِكَ قَسَمٞ لِّذِي حِجۡرٍ ٥ [15]
Asalnya
... والليل إذا يسر لتبعثن هل في ذلك قسم لذي حجر
-         قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ ... (31)[16]
Asalnya
... فاتبعوني فإن تتبعوني يحببكم الله ...
-         وَسِيقَ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوۡاْ رَبَّهُمۡ إِلَى ٱلۡجَنَّةِ زُمَرًاۖ حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءُوهَا وَفُتِحَتۡ أَبۡوَٰبُهَا وَقَالَ لَهُمۡ خَزَنَتُهَا سَلَٰمٌ عَلَيۡكُمۡ طِبۡتُمۡ فَٱدۡخُلُوهَا خَٰلِدِينَ ٧٣[17]
Asalnya
... حتى إذا جاءوها ... سعدوا وحصلوا النعيم المقيم
-         هَلۡ يَرَىٰكُم مِّنۡ أَحَدٖ ثُمَّ ٱنصَرَفُواْۚ ... (127)[18]
Asalnya
هل يراكم من أحد لا يرانا من أحد ثم انصرفوا ...
-         ... لَا يَسۡتَوِي مِنكُم مَّنۡ أَنفَقَ مِن قَبۡلِ ٱلۡفَتۡحِ وَقَٰتَلَۚ أُوْلَٰٓئِكَ أَعۡظَمُ دَرَجَةٗ مِّنَ ٱلَّذِينَ أَنفَقُواْ مِنۢ بَعۡدُ وَقَٰتَلُواْۚ ... (10)[19]
Asalnya
... من أنفق من قبل الفتح وقاتل ومن أنفق من بعد الفتح وقاتل ...
-         ... فَقُلۡنَا ٱضۡرِب بِّعَصَاكَ ٱلۡحَجَرَۖ فَٱنفَجَرَتۡ مِنۡهُ ٱثۡنَتَا عَشۡرَةَ عَيۡنٗاۖ ... (60)[20]
Asalnya
... فقلنا اضرب بعصاك الحجر فضرب فانفجرت ...
-         وَقَالَ ٱلَّذِي نَجَا مِنۡهُمَا وَٱدَّكَرَ بَعۡدَ أُمَّةٍ أَنَا۠ أُنَبِّئُكُم بِتَأۡوِيلِهِۦ فَأَرۡسِلُونِ ٤٥ يُوسُفُ أَيُّهَا ٱلصِّدِّيقُ أَفۡتِنَا فِي سَبۡعِ بَقَرَٰتٖ سِمَانٖ ...[21]
Asalnya
... فأرسلون إلى يوسف لأستعبره الرأيا فأرسلوه إليه فأتاه وقال له: يوسف أيها الصديق ...
2.      Ijaz khali min hadzf
Sebagaimana telah disebutkan di atas, ijaz khali min hadzf terbagi menjadi tiga, ijaz qashr, ijaz taqdir dan ijaz jami’. Pembagian ini berdasarkan pendapat Ath-Thibiy dalam kitab at-tibyan dan dikutip oleh Jalaluddin As-Suyuthi dalam al-itqan. Namun kebanyakan para ulama tidak menyebutkan pembagian ini, mereka hanya menyebutkan ijaz qashr. Walaupun seperti itu, penulis lebih memilih untuk memasukkannya karena dalam al-quran terdapat ketiga macam ijaz tersebut.
a.       Ijaz qashr
Ijaz qashr adalah peringkasan perkataan yang tidak disandarkan kepada pembuangan[22]. Maksud dari definisi tersebut adalah lafadznya sedikit namun maknanya luas tanpa ada kata yang dibuang. Jika ijaz hadzf meringkas perkataan edngan cara membuang satu atau beberapa kata bahkan kalimat, maka ijaz qashr menggunakan pemilihan kata yang lebih dalam sehingga tidak membutuhkan pembuangan kata.
Contoh dari ijaz qashr terdapat dalam al-Quran Q.S An-Naml:30-31;
إِنَّهُۥ مِن سُلَيۡمَٰنَ وَإِنَّهُۥ بِسمِ اللّهِ الرَّحمَنِ الرَّحِيمِ ٣٠ أَلَّا تَعۡلُواْ عَلَيَّ وَأۡتُونِي مُسۡلِمِينَ ٣١
Ayat tersebut mencakup alamat surat, pembukaan dan isi suratnya. Dari ayat tersebut kita dapat mengambil contoh surat, bahwa dalam surat ada alamat surat, pembuka, dan isinya. Selain itu, isi dari surat itu begitu ringkas namun maknanya dalam, yakni mengundang Balqis untuk datang ke kerajaan nabi Sulaiman, mengajak berdialog untuk kemashlahatan rakyat, mengajak melakukan kerjasama, dan mengajak mereka untuk menyembah Allah.
b.      Ijaz taqdir atau tadhyiq
Macam ijaz ini dan sesudahnya merupakan pembagian Ath-Thibi dalam kitabnya at-tibyan fi al-bayan.[23] Pembagian ini dikutip oleh imam As-Suyuthi dalam kitab al-Itqan dan uqud al-juman.[24] Ath-Thibi mendefinisikan ijaz taqdir dengan memahami makna tambahan yang di dapat dari mantuq.[25] Ijaz ini disebut oleh Badruddin bin Malik dalam kitab al-Mishbah dengan ijaz tadhyiq karena lafadznya yang singkat mengandung intisari makna yang lebih luas.
Contoh dari ijaz ini adalah Q.S Al-Baqarah:275:
... فَمَن جَآءَهُۥ مَوۡعِظَةٞ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمۡرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِۖ ... (275)
Kata فله ما سلف, meskipun lafadznya pendek namun maknanya kurang lebih, “maka kesalahan-kesalahan yang telah lalu tidak memberatkannya namun telah Allah ampuni”. Makna dari kata ما سلف adalah kesalahan-kesalahan yang dilakukan di masa lalu sebelum ia mendapatkan hidayah dan taufik dari Allah. Dan makna kata فله adalah ia tidak disiksa atas kesalahan-kesalahan tersebut karena Allah telah mengampuninya. Jadi, makna dari kalimat tersebut tidak sesingkat kalimatnya karena yang dipahami dari kalimat tersebut lebih panjang dari kalimatnya sendiri.
Contoh lain dari ijaz ini adalah Q.S Al-Baqarah:2;
هُدٗى لِّلۡمُتَّقِينَ ٢
Kata المتقين memiliki makna yang lebih panjang dari jumlah hurufnya. Al-Quran menjadi petunjuk bagi orang yang bertakwa, maksudnya orang yang dulunya berada dalam kesesatan kemudian dia membaca al-Quran dan mengamalkan apa yang ada di dalamnya, maka dia menjadi orang yang bertakwa dengan mengamalkan isi al-Quran. Pemahaman tersebut diketahui karena tidak mungkin orang yang bertakwa belum mendapatkan petunjuk dan taufik dari Allah.
c.       Ijaz jami’
Ijaz jami’ adalah lafadz yang mengandung makna yang beragam dan banyak.[26] Contoh yang paling masyhur mengenai ijaz jami adalah ayat tentang qishash[27]. Dalam ayat tersebut yang menjadi contoh ijaz jami’ adalah القصاص حياة. Walaupun katanya ringkas, namun maknanya luas. Jika kita jabarkan kurang lebih seperti ini, “jika manusia mengetahui bahwa ketika ia melakukan pembunuhan akan dibunuh kembali sebagai hukumannya, maka ia akan berpikir kembali ketika akan melakukan pembunuhan sehingga ia tidak akan melakukan pembunuh. Tidak adanya pembunuhan mengindikasikan lestarinya kehidupan. Oleh karena itu, dalam qishash ada kehidupan”. Selain itu, redaksi tersebut lebih ringkas daripada perkataan orang arab mengenai qishash, yakni القتل أنفى للقتل. Jika kita hitung redaksi yang diberikan al-Quran berjumlah sepuluh huruf sedangkan redaksi yang dikatakan oleh orang arab berjumlah empat belas. Dalam redaksi yang dikatakan oleh orang arab mengandung pengulangan kata القتل, sedangkan dalam redaksi al-Quran tidak terdapat pengulangan kata.
Contoh lain ijaz jami’ terdapat dalam Q.S Al-An’am:82. Dalam ayat tersebut terdapat kata لهم الأمن yang mengandung makna yang luas. Kata الأمن mempunyai makna selamat dari kesedihan, kekhawatiran, dan hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan redaksi yang singkat al-Quran menjelaskan asuransi yang diberikan Allah bagi orang yang tidak mencampuradukkan keimanannya dengan kedzaliman atau kemusyrikan. Asuransi tersebut adalah keamanan, baik di dunia maupun di akhirat, baik dari hal-hal yang membuatnya sedih dan khawatir ataupun yang tidak diinginkan.
Jika dilihat sekilas, antara ketiga ijaz khali min hadzf ini sama, yakni singkat namun maknanya lebih luas dari lafadznya. Namun jika diteliti dari contoh-contoh di atas dapat terlihat beberapa hal yang membedakannya; yang pertama, ijaz qashr lebih menekankan kepada sesuatu yang terkandung dalam suatu kalimat. Ijaz taqdir lebih ditekankan kepada kaidah bahasa arab dan mafhum dari ayat tersebut. Ijaz jami’ lebih menekankan kepada kandungan dari suatu kata secara bahasa atau istilah.

B.     Ithnab
a.       Definisi  
Ithnab secara istilah adalah;
زيادة اللفظ على المعنى لفائدة[28]
“penambahan lafadz sesuai makna karena suatu faidah”
Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa ijaz dan ithnab berhubungan dengan pengungkapan suatu makna sesuai dengan tuntutan keadaan. Ketika keadaan menuntut untuk memanjangkan perkataan maka digunakanlah ithnab.
Dalam definisi dikatakan karena suatu faidah. Jika penambahan lafadz tersebut bukan karena suatu faidah dan belum tentu maka disebut tathwil. Jika penambahan lafadz tersebut bukan karena suatu faidah dan kata tambahnya tentu maka namanya hasywu.
Contoh hasywu:
وأعلم علم اليوم والأمس قبله # ولكنني عن علم ما في غد عمى
Yang menjadi contoh dalam syair tersebut adalah kata الأمس قبله. Sebenarnya cukup dengan penyebutan kata الأمس saja, namun Zuhair bin Abi Salma menyebutkannya karena menyesuaikan wazannya agar pas dan tidak ada faidah.
Contoh tathwil:
وقدت الأديم لراهسيه # وألفى قولها كذبا ومينا
Yang menjadi contohnya adalah kata كذبا dan مينا. Dalam syair tersebut tidak tentu yang mana kata penambahnya karena keduanya satu makna dan tidak ada faidah dari penambahan kata tersebut.
Dalam al-Quran tidak terdapat tathwil dan hasywu karena keduanya merupakan bagian yang tercela dalam menjelaskan. Al-Quran merupakan kalam yang balaghahnya tinggi, maka tidak mungkin terdapat kedua macam tersebut.
b.      Hal-hal yang menuntut ithnab
Keadaan-keadaan yang menuntut ithnab banyak sekali, diantaranya menetapkan makna kepada pendengar, menjelaskan yang dimaksud, penegas, menghilangkan kesalahpahaman, dan lain-lain.
c.       Pembagian
-          Menyebutkan yang khusus setelah yang umum (ذكر الخاص بعد العام)
Contoh:
تَنَزَّلُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ فِيهَا بِإِذۡنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمۡرٖ ٤ [29]
Yang menjadi contoh adalah kata الروح yang berarti malaikat Jibril. Padahal sebelumnya telah disebutkan malaikat dan Jibril termasuk kedalamnya.
-          Menyebutkan yang umum setelah yang khusus (ذكر العام بعد الخاص)
رَّبِّ ٱغۡفِرۡ لِي وَلِوَٰلِدَيَّ وَلِمَن دَخَلَ بَيۡتِيَ مُؤۡمِنٗا وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِۖ وَلَا تَزِدِ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا تَبَارَۢا ٢٨ [30]
Yang menjadi contoh adalah kata المؤمنين والمؤمنات yang disebutkan setelah orang-orang beriman yang khusus, yakni yang berdoa (dalam ayat ini nabi Nuh, namun atau kita jika kita yang membacanya), orang tuanya dan orang mukmin yang masuk ke dalam rumahnya.
-          Penjelasan setelah yang samar (الإيضاح بعد الإبهام)
Contoh:
وَقَضَيۡنَآ إِلَيۡهِ ذَٰلِكَ ٱلۡأَمۡرَ أَنَّ دَابِرَ هَٰٓؤُلَآءِ مَقۡطُوعٞ مُّصۡبِحِينَ [31]٦٦
Yang menjadi contoh adalah lafadz أن دابر... yang menjelaskan kata الأمر.
-          Pengulangan (التكرار)
 كَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُونَ ٣ ثُمَّ كَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُونَ ٤ [32]
Pada ayat tersebut terdapat pengulangan kata كلا سوف تعلمون. Pengulangan tersebut untuk faidah penegasan peringatan (تأكيد الإنذار).
-          Tausyi’ (توشيع)
Tausyi’ adalah penyebutan kata tatsniyah yang kemudian disebutkan apa yang termasuk dua tersebut.
Contoh dari tausyi’ terdapat dalam khabar:
يشيب ابن آدم ويشيب فيه خصلتان: الحرص وطول الأمل
Yang menjadi contoh adalah الحرص dan طول الأمل yang menjadi penjelas dari خصلتان.

-          I’tiradl (إعتراض)
I’tiradl adalah menyebutkan kalimat yang tidak mempunyai mahal i’rab dalam jumlah tersebut.
Contoh:
وَيَجۡعَلُونَ لِلَّهِ ٱلۡبَنَٰتِ سُبۡحَٰنَهُۥ وَلَهُم مَّا يَشۡتَهُونَ ٥٧[33]
Yang menjadi contoh adalah kata سبحانه. Kata tersebut hanya sebagai selingan dalam ayat tersebut dan tidak mempunyai mahal i’rab. Faidah dari penyebutan kata tersebut adalah untuk menyucikan (التنزيه) Allah.
-          Tadzyil (تذييل)
Tadzyil atau tadzlil (dalam al-idhah) adalah menyebutkan kalimat yang berdiri sendiri yang mencakup penekanan setelah suatu kalimat.
Contoh:
 وَقُلۡ جَآءَ ٱلۡحَقُّ وَزَهَقَ ٱلۡبَٰطِلُۚ إِنَّ ٱلۡبَٰطِلَ كَانَ زَهُوقٗا ٨١ [34]
Yang menjadi contoh adalah إن الباطل... yang berfungsi sebagai penekanan bagi kalimat sebelumnya, yakni جاء الحق....
-          Tatmim (تتميم)
Tatmim adalah menambah suatu kata atau lebih dalam suatu kalimat agar tidak menimbulkan kekeliruan.
Contoh:
وَيُطۡعِمُونَ ٱلطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ مِسۡكِينٗا وَيَتِيمٗا وَأَسِيرًا ٨ [35]
Yang menjadi contoh adalah على حبه. Kata tersebut disebutkan agar tidak terjadi kekeliruan bahwa salah satu sifat orang yang baik adalah orang yang memberikan makanan yang masih ia sukai bukan hanya memberikan makan saja.
-          Takmil (تكميل)
Takmil atau ihtiras hampir sama dengan tatmim, hanya saja pada takmil menyebutkan kata yang menjadi penjelas bagi kata yang sebelumnya agar tidak terjadi kekeliruan.
Contoh:

فَسَوۡفَ يَأۡتِي ٱللَّهُ بِقَوۡمٖ يُحِبُّهُمۡ وَيُحِبُّونَهُۥٓ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلۡكَٰفِرِينَ[36]

Yang menjadi contoh adalah kata أعزة على الكافرين. Kata tersebut menjadi pencegah kekeliruan dari أذلة على المؤمنين. Jika hanya disebutkan أذلة ... saja akan menimbulkan makna menghina terhadap orang mukmin. Oleh karena itu, ditambahlah kata أعزة... sehingga maknanya menjadi rendah diri bukan menghina.





[1] Jalaluddin Abdurrahman As-suyuthi, syarh uqud al-juman fi ilm al-ma’ani wa al-bayan:67, redaksinya sebagai berikut: البلاغة هي الإيجاز والإطناب.
[2] Al-itqan fi ulum al-Quran:179, juz 3, redaksinya:
الأقرب أن يقال إن المقبول من طرق التعبير عن المراد تأدية أصله إما بلفظ مساو للأصل المراد أو ناقص عنه واف أو زائد عليه لفائدة
[3] مع الإبانة والإفصاح
[4] As-suyuthi, uqud al-juman:69
[5] Q.S Maryam:20
[6] Q.S Muhammad:15
[7] Q.S Yusuf:85
[8] Q.S Yusuf:29
[9] Q.S Yusuf:82
[10] Q.S Al-Baqarah:171
[11] Q.S Al-A’raf:142
[12] Q.S Maryam:60
[13] Q.S Al-Kahf:79
[14] Q.S Yusuf:32
[15] Q.S Al-Fajr:1-5
[16] Q.S Ali Imran:31
[17] Q.S Az-Zumar:73
[18] Q.S At-Taubah:127
[19] Q.S Al-Hadid:10
[20] Q.S Al-Baqarah:60
[21] Q.S Yusuf:45-46
[22] Balaghah arabiyyah:29 juz 2, redaksinya:
إيجاز القصر هو الإيجاز الذي لا يعتمد فيه على استخدام الحذف
[23] Lihat halaman 75-77 juz 2 pada kitab tersebut.
[24] Lihat pembahasan ijaz dan ithnab dalam kitab al-itqan dan pembahasan musawat, ijaz, dan ithnab dalam kitab uqud al-juman pada bait قلت لقد قسم في التبيان ذا ....
[25] أن يقدر معنى زائد على المنطوق
[26] أن يحتوى اللفظ على معان متعددة
[27] Q.S Al-Baqarah:179
[28] Balaghah wadhihah:250
[29] Q.S Al-Qadr:4
[30] Q.S Nuh:28
[31] Q.S Al-Hijr:66
[32] Q.S Al-Kautsar:3-4
[33] Q.S An-Nahl:57
[34] Q.S Al-Isra:81
[35] Q.S Al-Insan:8
[36] Q.S Al-Maidah:54


#ulumulquran #balaghah #ijaz #ithnab #kajian_bahasa #fkmthi 

0 komentar :

Posting Komentar